PHRI Siap Fasilitasi MUI untuk Cek Standar Kehalalan Menu Hotel
SRIWIJAYA
RADIO - Pengelola
perhotelan maupun restoran sudah memiliki standar uji kehalalan sendiri dan ini
sudah diakui secara international. "Perhotelan dan restoran itu sudah
punya standar kehalalan sendiri. Dan aturan ini sudah baku," kata Ketua
Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumsel, Herlan Aspiudin, Kamis
(1/8/2013).
Pernyataan
Herlan ini menapik bahwa uji yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa
banyak hotel belum memiliki standar kehalalan. Seharusnya, lanjut Herlan, MUI tidak boleh sepihak langsung menjudge
bahwa hotel ini halal atau haram karena MUI sendiri belum pernah melakukan
pengecekan maupun pemeriksaan terhadap menu-menu makanan di Hotel. Justru, kata
dia, jika hotel dan restoran tidak menerapkan uji standar kehalalan maka pasti
ditinggalkan konsumen atau para tamu.
"Hotel
maupun restoran sudah memiliki standar kehalalan sendiri dan ini sudah baku.
Justru sanksinya sangat tegas, jika mereka melanggar ini pasti mereka
ditinggalkan tamu. Ini yang perlu saya tekankan," kata Herlan.
Usulan
yang disampaikan MUI tentang pemasangan label standar MUI,
menurut Herlan sah-sah saja. Namun apakah MUI berani mempertanggungjawabkan label
standar yang sudah dia pasang. Tanggung jawab, menurutnya, apakah MUI sudah siap melakukan pemeriksaan
secara kontinyu termasuk menyiapkan petugas pemeriksa secara rutin.
"Karena
bisnis hotel dan restoran itu tidak main-main. Apakah MUI siap dengan konsekuensi atas label
yang dia pasang. Misalnya menyiapkan petugas pemeriksa secara kontinyu. Jangan
sampai label standar MUI ini hanya sekedar tempelan saja,"
kata Herlan.
Jika MUI memandang perlu dilakukan pengecekan
standar halal makanan untuk hotel, seharusnya dilakukan koordinasi dulu dengan
PHRI. Bahkan PHRI sendiri yang akan memfasilitasi
hotel-hotel mana saja yang mereka anggap tidak halal dalam menyajikan menu.
"Apakah
mereka mau mengecek, meneliti atau memeriksa sampel makanan, kami persilahkan
dan ini sah-sah saja. Jika kita tidak memasang stiker halal MUI, apakah
dipastikan menu hotel dan restoran tidak halal. Kan tidak seperti itu,"
kata Herlan emosi.
MUI
sejak beberapa waktu lalu sudah melayangkan persyaratan standar kehalalan dan
untuk menggunakannya dibebankan biaya Rp 750 ribu pertahun. Biaya ini merupakan
biaya administrasi. "Itu untuk sekali izin atau satu stiker halal saja.
Kenapa harus ada biaya. Ini yang kami pertanyakan," katanya.
Jika
memang harus ada biaya, lanjut Herlan, tidak ada masalah. Namun jika hotel
sudah mengeluarkan biaya, lalu tempelan halal dipasang, setelah itu selesai.
Ini yang selama ini terjadi. "Makanya pengelola hotel maupun restoran agak
keberatan, label halal selama ini terkesan hanya tempelan saja," kata dia.
Mengacu
data di lapangan, hampir semua hotel maupun restoran di Indonesia tidak ada
yang mencantumkan label halal. Ini yang dia tahu, makanya dia sendiri heran
jika pemasangan stiker halal bisa jadi perdebatan panjang.
Tidak ada komentar
Posting Komentar