Header Ads

Petani Karet di Muaraenim Banting Stir


SRIWIJAYA RADIO - Pasca kenaikan harga BBM bersubsidi, sebagian besar petani karet semakin menjerit. Harga karet semakin anjlok sehingga mereka terpaksa banting stir menjadi pekerja serabutan.

Menurut Pipin (29), warga Rambang Dangku, sejak anjloknya harga karet membuat ia harus memutar otak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Karet yang mereka sadap untuk sementara tidak dijual tapi di simpan dahulu di dalam gudang.

Saat ini menurutnya harganya sangat rendah berkisar Rp 4.000-Rp 4.500. Padahal sebelumnya harganya Rp 8.000-Rp 9.000. Akibatnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga ia pun beralih cara dengan berkebun.
                                     
"Daripada dijual lebih baik di simpan dulu hingga kering, sampai harganya normal kembali," katanya.

Akibat harga karet anjlok, kata Pipin, ia terpaksa banting stir mencari pekerjaan lain dengan bercocok tanam dan lain-lain. "Pokoknya pekerjaan apa saja, asal halal," tukasnya.

Berbeda dengan Rohim(45) warga Belimbing yang mengatakan bahwa akibat anjloknya harga karet belakangan ini membuat kredit motornya macet. Sudah tiga bulan ini ia tidak mampu lagi membayar angsuran motor. "Saya cuma pasrah, bila dealer mau ngambil motor saya," katanya

Sedangkan menurut pengumpul karet (toke) Rokaden (49), warga Desa Benuang, Kabupaten PALI, sejak harga karet anjlok ia sering mengalami kerugian, bahkan sampai jutaan. Apalagi semenjak harga BBM naik, otomatis kerugian bertambah besar.

Belum lagi pihaknya harus bersaing dengan pengepul lainnya ketika akan menjual ke pabrik penampungan. Bahkan kadang-kadang ketika sampai di pabrik ia harus menunggu antrean dulu karena yang mau jual di pabrik juga membludak.

"Kita sampai menginap di pabrik sehingga karet otomatis akan mengalami penyusutan dan itu sangat merugikan kita," tukasnya.


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.