LKM BMT MAJUKAN PEDAGANG KECIL
Sriwijaya Radio, Palembang - Segala pekerjaan selalu menimbulkan resiko dan
tantangan. Hal ini sudah menjadi hal yang lumrah. Namun, banyak hal yang
membuat seseorang tak gentar dengan tantangan yang ada. Adalah Pak Mok, sapaan
akrab bagi Barun Ubai (45), warga Pulogadung Kelurahan Karya Baru Kecamatan
Kecamatan Alang-alang Lebar Palembang. Lelaki berusia 45 tahun ini, bertekad
untuk membuka lapangan kerja sendiri, dengan membuka usaha es krim di rumahnya.
Akhir tahun 2014, Pak Mok meminjam
dana, guna membeli mesin es krim, dengan menjadi anggota Koperasi Syariah Baitul
Maal Wat Thamwil (BMT) atau Lembaga Keuangan Islam Mikro. Meski mesin tersebut
dibeli seharga Rp 37 juta rupiah, namun Pak Mok meminjam dana hanya sebesar Rp
30 juta rupiah saja. Sisa Rp 7 juta rupiah ia ambil dari kantong sendiri.
Pak Mok sendiri merupakan penjual es krim
keliling yang sudah melalangbuana sejak tahun 2008. Ide membeli mesin, tak lain
karena keuntungan yang didapat dari menjual es krim milik orang lain/
perusahaan tidak lah
seberapa.
Untuk satu buah es krim, dirinya
hanya mendapatkan keuntungan tak lebih dari Rp 220 rupiah saja. Rasa letih yang
mendera, tak sebanding dengan peluh yang dikucurkan setiap harinya. Terkadang
bahkan pemilik usaha es krim memanipulasi nota pembayaran, yang menjadi
satu-satunya penghasilan penjual es krim keliling.
Dengan adanya mesin tersebut,
keinginan dan tekadnya untuk membuka lapangan kerja sendiri, sudah terwujud.
“Dari sini,
kami mampu merangkul sekitar 10 orang karyawan. Sedangkan omzet sudah mencapai
angka Rp 20 juta rupiah per bulan, dan
menjual lebih dari 5000 es krim setiap bulannya,” ujar Pak Mok kepada Tim
Sriwijaya Radio.
Keberhasilan ini, tentunya membuka
mata para pengusaha dan calon usahawan. Mengapa Pak Mok memilih meminjam uang
ke BMT?.
Berdasarkan
data yang didapat, baru ada satu BMT yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa
Keuangan Perwakilan Sumsel, yakni Koperasi BMT Sriwijaya yang berlokasi di
Jalan Trikora Lorong Serasan Nomor 1337 Palembang, temp Pak Mok meminjam uang.
Koperasi BMT ini sendiri didirikan sejak bulan Mei tahun 2013. Awalnya, BMT
Sriwijaya ini berbentuk LSM Sriwijaya Institut (LSM SI). Kegiatan yang
dilakukan adalah seminar dan pelatihan di bidang kependidikan. Dan pada tahun
2012, LSM SI mendapatkan dana hibah inkubator bisnis wirausaha muda pemula dari
Kemenpora. Program dana hibah sendiri mensyaratkan LSM memiliki minimal 20
kelompok, sebesar Rp 250 juta. Dana tersebut kemudian dipotong dengan keperluan
pelatihan dan sebagainya, sehingga menyisakan modal awal Rp 50 juta.
“Biasanya,
dana hibah jika diberikan kepada kelompok, maka akan hilang begitu saja, tidak
berbekas. Namun akhirnya, kami memberanikan diri untuk membuka BMT, dengan
modal awal sebesar 40 persen dari dana hibah yang diberikan. Modal awal Rp 50 juta
tersebut, kami tambahkan dengan simpanan pokok anggota, dan tam
bahan modal dari
beberapa kelompok pendiri, sehingga total modal awal berada di angka Rp 98 Juta
rupiah. Disinilah awal kami membentuk BMT Sriwijaya,” ujar GM BMT Sriwijaya,
Mutiara.
Meski 20 kelompok awal
tersebut tidak lagi lengkap karena beberapa dintaranya sudah mengundurkan diri,
namun saat ini BMT sudah memiliki sekitar 60 anggota aktif, dimana banyak diantaranya adalah pedagang kecil,
seperti penjual keripik ubi, pedagang asongan, penjual sayur keliling, pedagang
ikan sale, dan sebagainya. Mayoritas, pedagang tersebut bermukim di kawasan 5
Ulu, bahkan banyak anggota bermukim di kabupaten seperti Sumbawa, Pulau Rimau,
dan lain-lain.
Bisa dikatakan, keseluruhan anggota bergabung dengan BMT
untuk meminjam uang, dan bukan untuk menabung. Meski demikian, perputaran uang yang ada sudah mulai tampak.
Mutiara juga mengungkapkan, proses peminjaman dana tidak seperti
koperasi lainnya. Jadi, peminjaman uang didasarkan kepada kebutuhan yang sudah
terencana. Disamping itu, asas kepercayaan merupakan asas tertinggi.
“Peminjam sudah merencanakan uang yang akan dipinjam,
setelah sepakat, maka barulah akad diterbitkan. Saat ini, kami, pengurus yang
hanya berjumlah 3 orang (Nurman Afandi, Mutiara dan Latifah Hanum), bertugas
sebagai pemilik, ketua dan keuangan. Kita paham, pedagang kecil pasti memiliki
waktu yang terbatas jika terbatas hanya bertemu di sekretariat. Oleh karena
itu, kami berinisiatif untuk menggunakan sistem
jemput bola, agar lebih banyak yang tersentuh BMT Sriwijaya,” jelas
Mutiara.
Adapun
perhitungan yang digunakan, sesuai dengan peraturan BMT pada umumnya, yakni
menarik bunga hanya 2,5 persen dari total pinjaman. Sedangkan untuk jangka
waktu peminjaman, berkisar dari 5 hingga 20 bulan.
“Dan
plafon yang biasanya masyarakat ambil yakni mulai dari angka Rp 1 Juta hingga
Rp 10 Juta rupiah. Terkecuali, beberapa anggota yang ingin meminjam melampaui
plafon tersebut, akan kita pertimbangkan terlebih dahulu,” sambungnya.
Selain
membayar cicilan pinjaman setiap bulannya sesuai plafon pinjaman dan jangka
waktu pinjaman, anggota BMT Sriwijaya juga hanya diwajibkan menyetor uang
simpanan pokok Rp 20 ribu, dan simpanan wajib Rp 10 ribu per bulan, dimana
simpanan ini bisa diambil jika akan tutup buku.
Dari
penjelasan diatas, sudah terlihat jelas, mengapa Pak Mok begitu mempercayakan
peminjaman dana bisnis melalui BMT. Selain bersifat kekeluargaan, tentu yang
menjadi hal penting adalah bunga yang ringan.
Ya,
masyarakat tak bisa menutup mata dari peredaran rentenir, khususnya di
lingkungan masyarakat bawah. Para rentenir berkeliaran menjajakan uang yang
memang mudah didapat, namun dengan bunga yang mencekik.
“Inilah
yang mengawali niat kami. Kerja sosial, demi memberantas kehidupan rentenir.
Jika semua lapisan masyarakat paham akan pergerakan Lembaga Keuangan Mikro
seperti halnya BMT, rentenir bisa punah. Bayangkan, menurut cerita salah satu
anggota kami, rentenir di kawasan 5 Ulu Palembang itu, bisa memberikan pinjaman
uang dengan bunga hingga 35 persen,” ungkap Mutiara.
Ia
juga berharap, Otoritas Jasa Keuangan yang mengawasi penuh LKM, bisa lebih giat
memberikan informasi yang berguna untuk masyarakat luas. Hal ini ditanggapi
langsung oleh Kepala OJK Perwakilan Sumsel, Patahudin.
“Sosialisasi
tentang LKM kita galakkan di setiap kesempatan, sesuai dengan Undang-undang
Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Lebih lanjut, masyarakat
harus mengetahui pula, jika kegiatan usaha LKM adalah jasa pengembangan usaha dan
pemberdayaan masyarakat, sehingga tidak semata-mata mencari keuntungan,” papar
Patahudin, kala menyampaikan kata sambutan di acara pelatihan insan media
terkait OJK, di Hotel Aryaduta Palembang, Selasa (9/6).
Legalitas BMT Sriwijaya saat ini masih sebatas
akte notaris saja. Oleh karena itu, OJK dan pemilik BMT Sriwijaya sama-sama
mengharapkan BMT ini bisa segera dikukuhkan sebagai LKM resmi. Dengan demikian,
OJK bisa melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap LKM, serta dapat mendorong
BMT Sriwijaya bersinergi dengan lembaga keuangan lainnya.
Dikatakan
bersinergi, sebagai contoh, sebanyak 60 anggota BMT Sriwijaya, hanya sekitar 5
orang diantaranya yang menggunakan Bank untuk melakukan pembayaran cicilan
pinjaman. Dengan demikian, kedepan OJK juga dapat bersinergi dengan bank
lainnya, sebagai sasaran program Layanan Keuangan Digital (LKD) yang saat ini
sejatinya memang sedang disosialisasikan di semua sektor. LKD diharapkan mampu
mengurangi perputaran uang fisik, dan menggantinya dengan uang elektronik.
Reporter : Cek Rul
Editor : Cek Mar