Header Ads

Perda Pemanfaatan Sumur Tua Sebaiknya Dikaji Ulang


SRIWIJAYA RADIO - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi menilai Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin Nomor 26 tahun 2007 tentang pemanfaatan sumur tua, seharusnya dikaji ulang mengingat menjadi pemicu pencurian minyak.

"Sebagian besar sumur tua ini dijadikan kedok karena menjadi tempat penampungan minyak hasil curian. Sebaiknya dilakukan pengkajian ulang mengenai Perda yang sudah terlanjur dikeluarkan itu mengingat menjadi pemicu pencurian minyak (illegal tapping) di jalur pipa Tempino (Jambi) - Plaju (Palembang)," kata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Setia Budi di Palembang, Rabu (31/7/2013).

Ia mengemukakan, sumur-sumur tua (beroperasi di bawah 1969) yang sudah tidak produktif kerap digunakan untuk menampung minyak hasil curian.

"Bisa memproduksi di atas 10 barel saja sudah bagus untuk kategori sumur tua, ini malah didapati mengeluarkan ratusan barrel. Jika diteliti spesifikasinya, bisa dipastikan akan sama dengan isi dalam pipa milik Pertamina, karena memang hasil curian," ujarnya.

Bahkan, penduduk sekitar malah akrab dengan sebutan mengambil minyak di "sumur panjang" (pipa milik PT Pertamina, red) karena aksi pencurian minyak ini dianggap hal yang biasa. Jika tidak menggunakan sumur tua maka menggunakan areal seperti di Bayung Lincir dengan melubangi tanah untuk menampung minyak.

Ia pun menyarankan agar sumur tua itu ditutup secara permanen. Hanya saja, masih dipertanyakan kemampuan keuangan pihak yang berwenang mengingat mengeluarkan dana relatif besar.

"Untuk menutup sumur tua dibutuhkan dana sekitar 50.000 dolar Amerika Serikat (USD) hingga 100 ribu USD, apakah pemerintah daerah sanggup melakukannya. Ini yang menjadi pertanyaan," katanya.

Sementara ini, ia mencatat terdapat lebih dari 20 titik sumur tua tersebar di Kabupaten Musi Banyuasin yang menjadi kawasan penghasil minyak mentah terbesar se-Sumbagsel (Sumsel, Jambi, Lampung, Bengkulu, dan Bangka Belitung).

SKK Migas pun mendukung langkah PT Pertamina menghentikan penyaluran minyak jalur pipa Tempino-Plaju sejak 25 Juli 2013 merupakan pilihan tepat untuk meminimalkan kerugian negara.

Frekuensi dan volume pencurian minyak di jalur pipa tersebut mengalami lonjakan berarti sejak awal tahun 2013 dengan rata-rata per hari sebanyak 3.000 hingga 5.000 barel dari 11.000--13.000 barel minyak yang dipompakan melewati jalur itu. Satu barel adalah 158,97 liter atau 42 galon.

Setia Budi menerangkan, kejadian pencurian minyak itu mulai marak sejak tahun 2010 sebanyak 129 kasus, kemudian tahun 2011 mengalami peningkatan menjadi 420 kasus, dan 2012 menjadi 820 kasus

"Tahun 2013 ini saja, belum sampai Desember, sudah mencapai 589 kasus pencurian minyak itu, sehingga menempatkan Sumsel masih sebagai provinsi dengan kasus ilegal tapping tertinggi di Indonesia," katanya.


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.