Listrik Byar Pet Terus Tapi Tagihan Tinggi
SRIWIJAYA
RADIO - Seringnya
pemadaman listrik (byar pet, red) oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) Ranting
Tebingtinggi di Kabupaten Empatlawang, khususnya Kecamatan Tebingtinggi
seringkali dikeluhkan warga. Karena banyak aktivitas warga terganggu apalagi
sering tidak ada informasi pemadaman dari PLN.
Sejumlah
masyarakat menyesalkan juga permasalahan naiknya pembayaran langganan KWH yang
digunakan setiap bulannya, padahal pemakaiannya tidak ada penambahan. Oleh
karena itu, masyarakat berharap agar pihak PLN lebih profesional dalam melayani
masyarakat selaku perusahaan pelayanan publik.
“Sudah
tidak terhitung lagi lampu padam seharian ini. Diharapkan pembangunan Gardu
Induk (GI) yang katanya sebagai solusi pemadaman cepat selesai, karena
masyarakat sudah bosan dengan sering terjadinya byarpet ini,” ungkap Efredi,
warga Talangbanyu, Kelurahan Tanjungkupang, Kecamatan Tebingtinggi kepada
Sripoku.com.
Dia
mengatakan, selama ini pelayanan PLN sudah sangat sering dikeluhkan oleh
masyarakat Tebingtinggi. Ditambah lagi dengan serinya terjadi pemadaman
mendadak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. "PLN harus lebih profesional
dalam melayani masyarakat. Jika ada pemadaman seharusnya ada pemberitahuan
terlebih dahulu, bukannya main padam saja," cetusnya.
Menurutnya
juga, dengan sering terjadinya pemadaman listrik ini, tentu saja membuat ia
kerepotan. Bahkan banyak alat-alat elektronik yang rusak akibat dampak dari
pemadaman tersebut.
“Selain
arus listrik yang tidak stabil. Ditambah seringnya terjadi pemadaman mendadak,
komputer saya jadi rusak. Bukan itu saja, terkadang begitu aliran listrik PLN
hidup, tegangannya langsung tinggi, akibatnya bola lampu di rumah saya sering
putus dan barang elektronik lainnya rusak,” terangnya.
Ditambahkan
Rizal, warga Desa Aurgading, permasalahan naiknya biaya beban KWH perbulannya
juga dikeluhkan masyarakat. Pasalnya, semakin hari biaya kian meningkat hingga
tidak wajar dan tidak sesuai dengan pemakaiannya.
“Biasanya
bayarannya tidak lebih dari 100 ribu rupiah, hanya berkisaran Rp 80-90 ribu
perbulannya. Sementara bulan ini biaya tagihan 180 ribu rupiah, sedangkan
pemakaian itu-itu saja, tidak ada penambahan,” ungkapnya.
Ia
berharap agar adanya tindakan dari pihak terkait, setidaknya memperbaiki sistem
pencatatan meteran. Karena selama ini dinilai tidak profesional, pencatat
meteran main tembak saja dan tidak turun ke lapangan.
“Mereka
main tembak di atas kuda saja, sehingga pemakaiannya hanya dikira-kira saja.
Nah, ini mesti diperhatikan oleh instansi terkait, jangan terus berlarut,”
terangnya.
Tidak ada komentar
Posting Komentar