Alex Noerdin: Petani Sumsel Pahlawan Pangan Bangsa
Alex juga gembira banyak petani di lahan pasang surut dan lebak sudah
bisa panen dua kali berkat program fiberisasi yang sudah dijalankan selama
kepemimpinannya. Ia bahkan merinding ketika mendengar pengakuan seorang petani
di Banyuasin, yang menyatakan tidak akan mau lagi menerima raskin karena
kwalitas beras mereka jauh lebih bagus.
Di saat isu perubahan iklim
berdampak pada krisis pangan global, Sumatera Selatan (Sumsel) praktis tidak
terpengaruh. Luas panen areal persawahan yang mencapai 804.859 hektar mampu
membuat Sumsel surplus hingga 1, 2 juta ton. Dengan angka surplus yang tinggi
tersebut, Sumsel dari data BPS tahun 2012 tercatat sebagai Provinsi penyumbang
beras nomor 5 terbesar di tingkat nasional. Kontribusi yang sangat signifikan
ini dinyatakan oleh Gubernur Sumsel periode 2008 -2013, Alex Noerdin sebagai
kerja keras kaum petani yang ada di Sumsel.
“Petani adalah pahlawan pangan
yang sejati,” ujar Alex Noerdin. Dinyatakan olehnya, petani tidak hanya bekerja
untuk kepentingan dirinya sendiri tetapi untuk jutaan orang yang tidak bisa
hidup tanpa pangan. Nasi adalah konsumsi pangan utama masyarakat Indonesia.
Sumsel secara alamiah diuntungkan dengan tersedianya tipologi areal persawahan
yang mendukung. Persawahan pasang surut, lebak, tadah hujan dan irigasi.
Potensi kewilayahan pun masih dapat dikembangkan untuk keperluan ini. Di tahun
2013, direncanakan akan ada penambahan luasan panen menjadi 817.964 hektar.
Kondisi alam adalah anugerah istemewa yang dimiliki oleh Sumsel. Di saat wilayah
lain terjadi penurunan produksi saat musim kemarau, Sumsel masih dapat
berproduksi dengan baik karena memiliki variasi areal persawahan yang beragam.
Selain memanfaatkan kondisi alam
yang mendukung, pemerintah provinsi Sumsel dalam 5 tahun terakhir ini
memfasilitasi petani menerapkan inovasi teknologi pertanian yang tepat guna.
Hama tikus yang selama ini menjadi musuh utama petani, berhasil disiasati
dengan teknologi fiberisasi. Teknologi ini sebenarnya cukup sederhana.
Areal
persawahan lebak yang rawan dengan serangan hama tikus, dibentengi dengan fiber yang diletakkan di atas saluran
air yang mengelilingi sawah. Cara ini efektif menghalau tikus yang hendak masuk
ke sawah. Teknologi sederhana ini kemudian berkembang bukan hanya di Sumsel,
tetapi juga di daerah-daerah lain seperti, Lampung, Jambi, Riau, Sumatera Barat
dan lainnya.
Keberhasilan teknologi ini juga
mampu menambah jumlah tanam yang dulunya hanya 1 kali dalam setahun menjadi 2
kali. Petani di Banyuasin yang biasa menanam 1 kali ketika mulai berhasil
menanam 2 kali menyatakan, “Kami mampu mandiri dalam mengadakan pangan, jadi
pemerintah tidak perlu lagi memberikan Raskin untuk masyarakat petani ”.
Ungkapan petani tersebut menunjukkan bahwa petani punya harkat dan martabat
sebagai warga negara utama di negeri ini.
Kepedulian Alex Noerdin selama
menjadi Gubernur di Sumsel terhadap petani ditunjukkan dengan program-program
pertanian yang memberdayakan petani. Program-program pendidikan dan pelatihan
bagi petani dilakukan secara intensif dengan menggandeng pihak-pihak lain
semisal perusahaan dengan program pertanggungjawaban sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR)
untuk mendukung aktivitas pertanian yang menyejahterakan petani.
Strategi mengamankan kedaulatan
pangan di tingkat provinsi, merupakan dasar konsep pembangunan yang benar.
“Banyak pemimpin yang lupa bahwa pangan adalah kebutuhan dasar manusia, untuk
itu memperkuat dan menjaga ketersediaan pangan di Sumsel menjadi orientasi
dasar yang harus terpenuhi,” papar Alex Noerdin. Dalam konteks ini Alex Noerdin
hendak menghimbau bahwa kebutuhan dasar manusia yakni sandang-pangan, papan,
kesehatan dan pendidikan tidak boleh dilupakan.
Visi membangun Sumsel menjadi
daerah yang maju dan kembali mengulang sejarah kejayaan Sriwijaya yang gemilang,
telah dimulai dengan membangun infrastruktur ketahanan pangan yang kuat.
Sejarah masa lalu Sriwijaya yang wilayah kekuasaannya hingga Madagaskar, seakan
menemukan ikatan sejarahnya. Cara tanam tradisional di Madagaskar yang
menginspirasi munculnya teknologi System of Rice Intensification (SRI) yang saat ini
dikembangkan di berbagai negara, mulai dikembangkan di Sumsel. Cara ini mampu
menekan biaya dan meningkatkan produksi. Bisa jadi tata cara tanam ini
sebelumnya sudah dikembangkan di Sumsel di masa Sriwijaya.
Dukungan-dukungan dari
pemerintah provinsi bukan hanya teknologi inovatif, tapi juga sarana dan pra
sarana demi terwujudnya ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Alat dan
mesin pertanian (alsintan) dari pra tanam dan paska panen disalurkan melalui
kelompok-kelompok tani untuk mendukung terciptanya kemandirian petani.
Bantuan-bantuan pemerintah seperti handtractor dan alat panen modern (combain harvester) dirasakan sangat
membantu petani.
Dengan bantuan tersebut, biaya produksi dapat ditekan serendah
mungkin. Program-program
infrastruktur di sector pertanian juga terus dilakukan, seperti; memperbaiki
infrastruktur pertanian yang meliputi optimalisasi
lahan sawah, pembuatan/rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usaha tani
(JITUT), jaringan irigasi desa (JIDES), tata air mikro (TAM), embung/ dam
parit, saluran irigasi, pintu air, dll
Kelompok-kelompok tani juga
didorong untuk memperkuat organisasinya dengan mempertimbangkan aspek ekonomi.
Pemerintah akan membantu penguatan permodalan petani melalui koperasi-koperasi.
Tentunya berbagai upaya yang dilakukan belum mencapai sasaran secara optimal.
Namun komitmen untuk mendukung upaya kesejahteraan petani akan terus dilakukan.
Kesempatan inilah yang harusnya diberi ruang dengan dukungan semua petani di
Sumsel. Petani harus mampu menentukan pemimpin yang memiliki visi yang
menyejahterakan petani.
Humas
Pemprov Sumsel
Tidak ada komentar
Posting Komentar