Ketika Tanglong Tak Lagi Bercahaya
Bulan puasa
merupakan bulan yang sangat di nanti-nantikan umat muslin di seluruh
dunia. Bahkan kegembiraan Ramadhan di
ikuti dengan tradisi unik masing-masing daerah di setiap negara. Tentunya hal ini menjadikan nuansa Ramadhan
begitu berbeda dengan bulan lainnya. Di
Liberia misalnya, selama bulan Ramadhan umat Islam di negara ini berhenti
mendengarkan musik, dan mereka menggap mendengarkan musik saat bulan Ramadhan
dianggap berdosa , Tetapi saat menyambut datangnya Bulan Suci ini masyarakat
Liberia, mulai memainkan alat musik dari kayu selama beberapa jam, dan di
siarkan di radio lokal setempat.
Sementara di daerah Mesir sampai
saat ini masyarakatnya menyemarakkan Ramadhan
dengan Tradisi Maidah Rahman atau hidangan kasih sayang. Maidah Rahman ini
adalah hidangan makanan gratis bagi orang berpuasa, bukan hanya takjil, tetapi
bisa berupa berbagai menu lengkap nan mewah sekelas hotel berbintang, tradisi
ini sendiri berlaku bagi seluruh daerah di negeri Mesir. Sementara di Indonesia ada tradisi Unik yang
tak kalah menarik yaitu , Membangunkan Orang Tidur untuk sahur, dengan bunyi-bunyian berkeliling kampung, ada yang menggunkan bunyi-bunyian dari
peralatan dapur, seperti panci, botol dan lain sebagainya, ada juga yang menggunakan alat musik lengkap
seperti gitar dan gendang.
Tetapi
berjalannya waktu, juga semakin
canggihnya teknologi dan kemajuan zaman,
membuat banyak tradisi Unik saat Ramadhan menjadi langka. Seperti di Palembang tradisi Tanglong atau cahaya api sejenis lampu teplok, atau lampion yang dipasang di Pagar rumah penduduk, saat
malam selikur, atau malam 21,23 dan malam ganjil Ramadhan sudah tak lagi
terlihat, padahal Tradisi Tanglong zaman
dulu selalu dilakukan masyarakat Palembang, Tanglong yang di letakkan di pekarangan
rumah atau pagar penduduk bisa menerangi perkampungan dan memudahkan masyakat
untuk beribadah ke surau dekat rumah.
Bahkan akibat banyaknya Tanglong yang dipasang oleh warga, membuat anak-anak
kecil ramai bermain di luar rumah usai menjalankan shalat tarawih, nuansa inilah yang membuat Ramadhan semakin
benar-benar terasa dan berbeda dengan bulan yang lainnya. Mang Ali
Hanafiah atau yang biasa di sapa Mang
Amin , merupakan asli orang Palembang,
saat ini bekerja sebagai kepala UPTD Musium SMB II mengatakan, Tradisi
Tanglong seandainya masih di pertahankan sampai saat ini oleh masyarakat
Palembang, tentunya bisa menjadi nilai jual dalam segi wisata. Menurutnya dulu saat dia masih kecil,
Tanglong sebagai penanda malam ganjil Ramadhan ini, akan di manfaatkan anak
–anak kecil untuk bermain “ Jaman kami kecik dulu seneng nian main di terangi
cahayta Tanglong, kadang bemain orekaan sampe dalu” ujarnya. Tetapi menurutnya mungkin karena saat ini
kota Palembang semakin padat, membuat tradisi Tanglong sulit untuk di
pertahankan, “ kan mak ini rumah penduduk padet galo, dempetan nian malah, jadi
kalo nak narok Tanglong agak bahayo jugo, mungkin kerno itulah jadi ilang nian
Tanglong mak ini ari” ungkapnya. (C’mar)
Tidak ada komentar
Posting Komentar