WAYANG PALEMBANG
Meski disebut
wayang palembang, berdasarkan lembaran naskah yang masih utuh, kesenian itu
berawal di Jawa. Wayang masuk ke Sumsel pada abad 17 Masehi oleh pedalang Jawa.
Kala itu Arya Damar yang terpengaruh oleh budaya Jawa berkuasa di Palembang. Wayang kemudian
tumbuh dengan karakter lokal yang menjadi khas Palembang. "Saat itu wayang perlahan dikenal oleh masyarakat Sumsel yang
selalu ditampilkan dalam pesta rakyat," ungkapnya. Pasang surut wayang palembang saat itu diakui Wirawan hingga pada
era 1970-an. Beberapa dalang dan pengrawit--penabuh alat musik--seperti almarhum Achan serta lima sahabatnya bertekad menghidupkan kembali kesenian
tersebut. Kesenian wayang palembang yang hampir punah tergerus oleh waktu
mereguk kejayaan pada masa itu. Pertunjukan wayang palembang kerap hadir pada
pementasan berskala nasional, seperti Pekan Wayang Indonesia. "Banyak acara rakyat yang memakai pertunjukan ini. Wayang hidup
kembali," tegas Wirawan. Tiga tokoh wayang, Semar, Petruk, dan Gareng,
menjadi tokoh primadona sebagai wujud manifestasi keburukan dan kebaikan.
Wayang palembang memiliki bentuk fisik dan sumber cerita yang sama dengan
wayang purwa dari Jawa. Perbedaannya wayang palembang dimainkan menggunakan
bahasa Melayu Palembang, dan perilaku tokoh-tokohnya lebih bebas. Wayang purwa
menggunakan bahasa Jawa dan perwatakan tokohnya ketat dengan pakem-pakem
klasik. Selain itu, lamanya pertunjukan wayang palembang hanya 1-3 jam,
sementara wayang purwa bisa semalam suntuk. Dengan pembawaan yang tenang Wirawan sangat fasih mengingat peristiwa-peristiwa
yang menjadi bagian sejarah perjalanan wayang palembang.
Mediaindonesia.com
Tidak ada komentar
Posting Komentar